PERAN PUSTAKAWAN DI ERA TEKNOLOGI INFORMASI
- A. PENDAHULUAN
Undang-undang no. 43 tahun 2007
pasal 1 ayat 1 mendefinisikan perpustakaan sebagai institusi pengelola koleksi
karya tulis, karya cetak, dan atau karya rekam secara profesional dengan sistem
yang baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan, pelestarian, informasi dan
rekreasi para pemustaka. Dari definisi tersebut kiranya ada suatu yang
patut digaris bawahi bahwa di era informasi sekarang ini pengelolaan
perpustakaan juga mengalami pergeseran seiring dengan kemajuan teknologi
informasi. Pustakawan harus bisa mengemas informasi, menjadikan informasi
menjadi suatu yang mudah diakses. Pustakawan harus bisa menjembatani antara pemustaka
yang mengalami banjir informasi, dan yang sulit mengakses informasi
sehinggajangan sampai menimbulkan kesenjangan informasi (information gap)
yang akan berdampak pada kesenjangan intelektual.
Disamping permasalahan di atas
keberadaan teknologi informasi dan komunikasi di satu sisi menimbulkan
kekhawatiran yang dalam bagi eksisnya sebuah perpustakaan. Adanya
internet telah mengubah paradigma pencarian informasi. Dimana informasi bisa
didapat dengan mudah tanpa perlu mengunjungi perpustakaan. Cukup dengan
menyediakan komputer dan modem, pemustaka sudah bisa akses dari depan komputer
dari rumah masing-masing. Permasalahan tersebut tentunya juga
menjadi tantangan bagi pustakawan bagaimana agar perpustakaan tidak
ditinggalkan pemakainya.
Berhadapan dengan perkembangan
teknologi dan fenomena perubahan yang terjadi, pustakawan harus bisa mengungkap
apa yang berubah dan apa yang seharusnya dilakukan. Tugas perpustakaan
adalah mengumpulkan, mengolah atau mengorganisasikan informasi dan
menyediakan akses terhadap sumber daya informasi yang relevan. Sedangkan
perubahan yang harus disikapi adalah perkembangan teknologi informasi yang ada
yang tadinya aktivitas perpustakaan dilakukan secara manual akan bergeser
dengan bantuan komputer.Permasalahan tersebut membawa dampak pada perluasan
peran perpustakan, namun di satu sisi banyak tugas perpustakaan yang
tergantikan mesin.
Hal tersebut tentunya menimbulkan
permasalahan baru di dunia perpustakaan, baik dari sisi SDM maupun
pengelolaannya. Adanya teknologi informasi akan membawa dampak bagi SDM
yang masih konvensional, dimana aktivitas baru akan menghilangkan cara yang
sudah lama digunakan. Bagi SDM yang tidak biasa tentunya akan menentang dan
bersikap acuh tak acuh bahkan emosional. Sehingga perlu sikap yang bijak
untuk mengatasinya. Dalam menyikapi perubahan, ada 4 kelompok SDM yang dapat
dibedakan:[1]
- Proponen pasif, yakni mereka yang menyadari bahwa harus ada perubahan, tetapi tidak pasti bahwa cara perubahan yang drastis dapat memecahkan masalah.
- Proponen aktif, yaitu mereka yang terlibat secara aktif dan mendukung perubahan.
- Netralis, yaitu mereka yang tidak berpengaruh dan tidak tertarik terhadap perubahan
- Penghambat, yaitu mereka yang terlilit oleh tradisi atau yang merasa terancam oleh perubahan.
Dari permasalahan – permasalahan
tersebut, dalam makalah ini akan di bahas bagaimana peran pustakawan di era
Teknologi Informasi.
- B. Topik makalah: “Reposisi Peran Pustakawan dalam Implementasi Teknologi Informasi di Perpustakaan”.
- C. Batasan Masalah
Dalam makalah ini hanya akan di
bahas permasalahan yang berkaitan dengan peran pustakawan berkaitan dengan
implementasi teknologi informasi di perpustakaan yang berkembang saat
ini.
- D. Rumusan Masalah
Bertitik tolak dari permasalahan dan
latar belakang di atas, maka perumusan masalah adalah sebagai berikut:
Bagaimana peran pustakawan di era teknologi informasi? Kompetensi yang
bagaimana yang harus dimiliki pustakawan? Kegiatan Apa yang bisa dilakukan
pustakawan terkait dengan teknologi informasi, apa manfaat TI bagi pustakawan
dan kendala-kendala apa yang dihadapi pustakawan di era teknologi informasi ini
dan bagaimana solusinya.
- E. Tujuan dan Manfaat Penulisan
E.1. Tujuan utama dalam penulisan
ini adalah:
- 1. Mengetahui peran pustakawan dan kompetensi yang harus dimiliki pustakawan di era teknologi informasi.
- 2. Mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perpustakaan menggunakan Teknologi informasi.
- 3. Mengetahui kegiatan perpustakaan apa saja yang bisa dilakukan dengan menggunakan teknologi informasi.
- 4. Mengetahui manfaat atau keuntungan menggunakan teknologi Informasi.
- 5. Mengetahui kendala-kendala yang dihadapi pustakawan terkait dengan teknologi informasi dan solusi untuk mengatasinya.
E.2. Manfaaat Tulisan
- Bagi penulis, makalah ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan terutama dalam memberikan gambaran tentang peran pustakawan di era teknologi informasi.
- Bagi pustakawan, makalah ini mudah-mudahan dapat berguna untuk menginspirasi pustakawan dalam melihat perubahan yang terjadi dan bisa memotivasi pustakawan dalam meningkatkan perannya di era teknologi informasi.
- Bagi masyarakat umum, makalah ini harapannya dapat memberi sumbangan pemikiran terhadap pengembangan perpustakaan terkait dengan penggunaan teknologi informasi di perpustakaan.
- F. Landasan Teori
F.1. Pengertian Teknologi Informasi
Ada beberapa pengertian tentang
teknologi informasi yang didefinisikan oleh para pakar. Abdul Kadir dalam buku
Pengenalan Sistem Informasi mengemukakan definisi teknologi informasi yang
diberikan beberapa pakar antara lain:[2]
definisi menurut kamus Oxford (1995), teknologi informasi adalah studi atau
penggunaan peralatan elektronika, terutama komputer, untuk menyimpan,
menganalisa, dan mendistribusikan informasi apa saja, termasuk kata kata, bilangan,
dan gambar. Menurut Alter (1992), teknologi informasi mencakup perangkat keras
dan perangkat lunak untuk melaksanakan satu atau sejumlah tugas pemrosesan data
seperti menangkap, menstransmisikan, menyimpan, mengambil, memanipulasi, atau
menampilkan data. Martin (1999) mendefinisikan teknologi informasi tidak hanya
terbatas pada teknologi komputer (perangkat keras dan perangkat lunak) yang
digunakan untuk memproses dan menyimpan informasi, melainkan juga mencakup
teknologi komunikasi untuk mengirimkan informasi.
Dari apa yang dikemukakan para pakar
tersebut dapatlah disimpulkan bahwa teknologi informasi adalah segala bentuk
teknologi yang bisa digunakan untuk mengolah, menyimpan, mengirimkan, menemukan
informasi dalam bentuk elektronis.
F.1.2. Peran Teknologi
Informasi di perpustakaan
Banyak kegiatan yang bisa didekati
dengan menggunakan Teknologi Informasi. Berbagai manfaatdan
kemudahan dapat dirasakan oleh manusia. Adanya handphone memudahkan kita dalam
menerima dan mengirim pesan. ATM memudahkan dalam pengambilan uang. Demikian
juga dengan kegiatan yang ada di perpustakaan. Dengan mengadopsi
teknologi informasi di perpustakaan, banyak kegiatan yang bisa dikembangkan,
misalnya katalog online, koleksi digital ataupun akses perpustakaan digital yang
bisa diakses secara online melalui internet. Banyak kegiatan yang bisa
dilakukan dengan tenologi informasi. Line dalam Qulyubi[3]mengemukakan
dua alasan yang berkaitan dengan pengembangan sistem komputer di perpustakaan:
- penyediaan jasa dengan biaya murah dan perolehan keuntungan dengan pengeluaran yang minimal, dimana pengembangan sistem memungkinkan penyediaan akses pada online katalog di perpustakaan dan penelusuran yang luas pada literatur yang sudah tersimpan dalam CD-ROM serta kemampuan dalam pembuatan informasi manajeman.
- untuk menyediakan sistem standar yang bisa dipakai bersama di antara perpustakaan yang bekerja sama, tugas-tugas perpustakaan dapat diselesaikan lebih akurat, cepat dan terkontrol.
- TI menggantikan peran manusia, dimana TI melakukan otomasi terhadap suatu tugas atau proses.
- Teknologi memperkuat peran manusia, yakni dengan menyajikan informasi terhadap suatu tugas atau proses.
- TI berperan dalam restrukturisasi terhadap peran manusia. Teknologi berperan dalam melakukan perubahan-perubahan terhadap sekumpulan tugas atau proses.
F.1.4. Perkembangan pemanfaatan
komputer di perpustakaan
[5]Marquardt
dalam Siregar, membagi perkembangan fungsi otomasi perpustakaan ke dalam dua
fase:
Fase pertama, fungsi yang diotomasi
antara lain adalah sistem sirkulasi, pengatalogan, dan pengadaan. Penggunaan
komputer untuk pengawasan sirkulasi (circulation control) telah menggantikan
kegiatan manual seperti: kegiatan memfile kartu-kartu buku
(check-out cards), perhitungan denda dan pembuatan surat tagihan untuk buku
yang terlambat dikembalikan.
Pada tahun 1970-an kegiatan
pembuatan kartu katalog dengan menggunakan komputer. Dari kegiatan ini dapat
diperoleh satu set atau lebih kartu katalog yang diperlukan. Kemudian
pada tahun 1980an muncul katalog talian (katalog online) menggantikan
kartu katalog yang ada.
Fase kedua, munculnya OPAC (online
public acces catalog) menawarkan lebih banyak titik akses, seperti melalui
pengarang, judul, subyek. Opac juga bisa diakses melalui nomor panggil dan
penerbit, ditambah bolean logic, dan batasan penelusuran oleh bahasa atau
format dokumen. Disamping OPAC, dengan meningkatnya permintaan artikel-artikel
jurnal yang tidak dimiliki perpustakaan, maka menghasilkan berbagai pangkalan
data bibliografis dalam CD-ROM. Ada empat alternatif untuk mengakses CD-ROM
yaitu: local mainframes, stand-alone Cd-ROM, local area network atau internet.
Disamping itu katalog perpustakaan lain juga dapat diakses dalam internet
melalui Gophers atau www (worl wide web).
F.1.5 Kendala dan Tantangan
Perpustakaan
Kondisi perpustakaan saat ini boleh
dikatakan sudah semakin membaik. Pustakawan sudah banyak yang menguasai ilmu
perpustakaan. Namun dengan perkembangan teknologi informasi saat ini,
perpustakaan masih dihadapkan dengan berbagai tantangan, diantaranya, manajemen
perpustakaan yang masih konvensional yang sudah saatnya dilakukan perubahan,
adanya masyarakat yang masih kesulitan dalam akses informasi, penyediaan sumber
informasi lain seperti bahan audio visual dan multimedia, pengelolaan local
content, permasalahan e-literacy dan e-technology pustakawan maupun pemustaka,
juga tidak kalah penting adalah permasalahan SDM perpustakaan , dimana
sampai saat ini pustakawan masih terjebak dengan rutinitas kegiatan
perpustakaan, juga adanya pustakawan konvensional yang gagap TI dan tidak mau
menerima perubahan adanya penggunaan teknologi informasi di perpustakaan.Semua
itu menjadi permasalahan yang kompleks di perpustakaan. Sehingga permasalahan
SDM Perpustakaan juga harus dilihat pada aspek kemampuan, pengetahuan dan
ketrampilan, serta sikap mental.Hernandono mengemukakan tentang karakteristik secara
umum sumber daya perpustakaan terutama pustakawan Indonesia, sebagai
berikut:[6]
- Sebagian pustakawan Indonesia pada umumnya mengidap gejala” sindrom autis”, yaitu seorang yang sibuk dengan dunianya sendiri, dan tidak suka bila orang lain mengganggu. Hal tersebut dikarenakan pustakawan Indonesia kurang percaya diri dan cenderung tertutup , sulit dan lambat merespon pandangan atau gagasan orang lain yang dirasakan akan mengganggu wilayahnya.sehingga mengakibatkan pustakan sulit menerima perubahan
- Sebagian pustakawan Indonesia masih lemah di dalam penguasaan bahasa asing dan teknologi informasi (TI). Padahal salah satu syarat yang harus dimiliki pustakawan saat ini adalah kemampuan komunikasi yang ditandai kemampuan berbahasa asing dan tidak gagap teknologi.
- Sebagian pustakawan tidak banyak menulis, apalagi dalam penulisan karya bersama. Ungkapan “to publish or perish” kiranya belum menyentuh pustakawan untuk menyadari pentingnya menulis.
- Sebagian pustakawan Indonesia sejauh ini bekerja sebagai burung dengan sebelah sayap. Pengertian kerja mandiri yang yang dibanggakan pustakawan banyak ditafsirkan secara sempit. Mereka sibuk bekerja sendiri-sendiri yang menimbulkan egoisme sektoral yang menyebabkan egoisme individu dan akhirnya membentuk pola pikir terkotak-kotak antar unit kerja dan bahkan antar institusi.
Permasalahan-permasalahan tersebut
merupakan tantangan bagi pustakawan. Pustakawan harus bisa menyikapi setiap
tantangan dengan arif dan bijak. Pusakawan harus bekerja keras dan bersikap
profesional dalam menghadapi setiap tantangan yang ada, yaitu dengan
meningkatkan dan mengembangkan kompetensi pribadi yang dimilikinya dan
kompetensi kepustakawanannya.
F.1.6 Dampak Penggunaan TI
Satu sisi pemanfaatan TI di
perpustakaan akan membawa kemudahan, disisi lain menimbulkan kemalasan dan
ketergantungan. Dampak TI terhadap staf perpustakaan menurut Ariyanto[7]
adalah:
- Bebankerjameningkat
- Staff tidakberkurang
- Komputermemerlukanperawatan
- Perlumeningkatkan skill
- Menanggalkanbeberapakeahlian di masalampau
- Kerjamenjaditergantungteknologi
Sedangkan menurut Marcus dalam
Pendit, ada 3 sumber penolakan (resistensi) manusia terhadap sistem
informasi.[8]
- di dalam diri orang atau kelompok dalam sebuah organisasi,
- sifat dan karakter teknologi yang terkandung sistem informasi
- interaksi antara karakteristik orang dalam suatu organisasi dankarakteristik sistem itu sendiri
Dari beberapa dampak TI tersebut kiranya
perlu disikapi dari sisi positifnya bahwa penggunaan teknologi Informasi
di perpustakaan adalah untuk kemudahaan dan efisiensi pekerjaan, baik untuk
pustakawan maupun pemakai perpustakaan.
F.2. Peran Pustakawan di era
Teknologi Informasi
Abad sekarang dikenal orang dengan
Abad 21 atau millenium ke tiga, abad informasi, era keterbukaan, era
globalisasi ataupun era teknologi informasi. Menurut Zuntriana, [9]Perkembangan
TIK, terutama teknologi internet generasi ke 2 (web.2.0) memaksa pustakawan
untuk mulai beralih paradigma dan melakukan reposisi terhadap perannya selama
ini. Berbagai perubahan yang dibawa oleh library 2.0 mensyaratkan adanya
transformasi dalam diri pustakawan, berupa peningkatan kapasitas, kompetensi,
kecerdasan, dan perbaikan sikap.Librarian 2.0 harus memiliki kemauan untuk
berbagi, bersahabat, bergaul, mahir menulis, dan aktif dalam berbagai jejaring
sosial. Disamping pustakawan 2.0 adalah pustakawan yang dapat bergerak aktif
membangun kemampuan literasi pengguna, baik di dunia nyata maupun maya,
bersikap pro aktif, dan mampu melakukan transfer pengetahuan. Selanjutnya untuk
menjadi Librarian 2.0, ada persyaratan-persyaratan (Abram dalam Zuntriana),
antara lain:
- Memahami benar-benar berbagai manfaat yang ditawarkan oleh web 2.0,
- Mau mempelajari alat dan perangkat utama web 2.0 dan Library 2.0,
- Mampu memadukan formt koleksi digital dan tercetak,
- Mampu mengakses informasi dalam berbagai format,
- Mampu menggunakan informasi non tekstual, seperti gambar, suara, citra bergerak,
- Menggunakan dan mengembangkan jejaring sosial untuk memperoleh manfaat maksimal,
- Mampu berkomunikasi dengan orang lain melalui beragam teknologi, seperti telepon, skype, IM, SMS, texting, email, referensi virtual, dlsb.
Terkait dengan peran pustakawan
dalam pembangunan teknologi informasi dan komunikasi, Menteri Komunikasi dan
Informatika RI dalam Hak mengemukakan:[10]
- Pustakawan sebagai “agent of change” dalam masyarakat, selain memiliki kewajiban profesional, juga menerima panggilan moral untuk melakukan percepatan proses pembelajaran masyarakat.
- Pustakawan sebagai profesi yang mengabdi kepada kedua kepentingan, yakni warga masyarakat, umat manusia secara umum dan lembaga tempat bekerja, dimana mereka berkewajiban memelihara keseimbangan dan keserasian tugas bagi kemaslahatan umat.
- Pustakawan sebagai anggota masyarakat yang memiliki posisi sosial tersendiri yang bersifat khas dan unik, maka mereka diharapkan juga memerankan diri sebagai tokoh informasi dalam pembangunan masyarakat yang lebih dipahami sebagai upaya pemberdayaan masyarakat.
Dari peran pustakawan di atas
dapat disimpulkan bahwa seorang pustakawan di era teknologi
informasi harus bisa menjadi agen perubahan bagi diri dan masyarakat, serta
bisa menempatkan dirinya sebagai manajer informasi bagi masyarakat. Dalam
menyikapi perubahan yang terjadi , ada beberapa hal yang harus
diperhatikan, yakni:[11]
- Berani menerapkan konsep pemecahan masalah secara sistematis.
- Berani bereksperimentasi
- Belajar dari pengalaman diri sendiri
- Transfer informasi dan pengetahuan
- Keterlibatan seluruh karyawan.
Bila 5 hal tersebut dikaitkan dengan
organisasi perpustakaan, maka yang perlu diperhatikan adalah yang pertama
perpustakaan harus mempunyai konsep yang sistematis dalam menghadapi setiap
permasalahan. Jangan biarkan permasalahan menumpuk tanpa suatu solusi. Pimpinan
perpustakaanharus berani mengajak staf perpustakaan untuk memecahkan
permasalahan. Perpustakaan harus berani berinovasi, mencoba konsep-konsep baru
yang inovatif, jangan takut gagal. Karena kesalahan yang produktif lebih baik
daripada keberhasilan yang tidak produktif. Pengalaman tersebut dijadikan
perpustakaan untuk belajar dari pengalaman diri sendiri. Dari pengalaman yang
di dapat dilakukan evaluasi-evaluasi. Kemudian hasilnya disharekan kepada staf
perpustakaan sebagai bentuk transfer informasi dan pengetahuan. Sehingga setiap
perubahan yang terjadi merupakan suatu usaha bersama dari pimpinan dan staf
perpustakaan. Bila 5 hal tersebut dapat dijalankan diperpustakaan, tentunya
tidak akan menimbulkan reaksi yang tidak diinginkan, seperti: [12]
keengganan berubah, kurangnya pemahaman mengenai alasan mengapa harus melakukan
perubahan, adanya bias organisasi menyangkut kegiatan-kegiatan atau orang-orang
tertentu, dan ketakutan terhadap sesuatu yang tidak diketahui.
Sedangkan untuk melakukan perubahan
dalam organisasi dibutuhkan suatu metode yang spesifik[13],
seperti:
- Mengubah mindset melalui pelatihan-pelatihan achievement motivation, team building, ketrampilan-ketrampilan human relations, dan lain-lain.
- Menggunakan sekelompok kader yang menjadi agen perubahan.
- Mendayagunakan teknologi untuk mencapai keunggulan kompetitif.
Ke tiga metode tersebut bila
dikaitkan dengan organisasi perpustakaan, maka perpustakaan harus siap
menghadapi setiap perubahan untuk kemajuan perpustakaan, karena perubahan yang
dilakukan semata-mata untuk memenuhi kebutuhan informasi pemustaka yang juga
selalu berkembang seiring dengan perkembangan zaman.
F.2. 1. Kompetensi Pustakawan di era
TI
Pustakawan dikatakan profesional
apabila dia memiliki kompetensi di bidang perpustakaan. Menurut Darmono[14]
kompetensi merupakan seperangkat penguasaan kemampuan yang harus ada dalam diri
pustakawan agar dapat mewujudkan kinerja profesionalnya secara tepat dan
efektif. Kompetensi tersebut berada dalam pribadi diri pustakawan yang
bersumber dari kualitas kepribadian , serta pendidikan dan pengalamannya.
Kompetensi tersebut meliputi kompetensi intelektual, kompetensi kepustakawanan
yang meliputi kompetensi bidang ilmu perpustakaan, kompetensi ICT, kompetensi
manajemen, kompetensi berkomunikasi, kompetensi fisik, kompetensi pribadi,
kompetensi sosial dan kompetensi spiritual.
Kompetensi Intelektual adalah
berbagai perangkat pengetahuan yang ada dalam diri individu pustakawan yang
diperlukan untuk menunjang berbagai aspek kinerja sebagai pustakawan.
Kompetensi intelektual dasar formalnya adalah tingkat pendidikan yang dimiliki
pustakawan. Kompetensi bidang kepustakawanan adalah bahwa seorang pustakawan
harus menguasai bidang kepustakawan secara mendalam. Secara umum kompetensi
pustakawan yang harus dimiliki adalah:
- Penguasaan ilmu perpustakaan dan informasi sebagai kemampuan dasar yang mewarnai ciri profesionalisme dalam bidang yang amat khusus.
- Penguasaan bidang ICT sebagai kemampuan untuk memudahkan dan mengoptimalkan kerja organisasi dalam mencapai tujuan dan sarana untuk mengembangkan diri
- Penguasaan manajemen sebagai kemampuan unuk mengorganisasikan dan menjalankan institusi perpustakaan
- Penguasaan berkomunikasi termasuk penguasaan bahasa asing sebagai alat komunikasi serta kemampuan dalam menyampaikan ide dan gagasan baik secara lisan maupun tertulis.
Disamping kompetensi inti yaitu
kompetensi intelektual dan kompetensi bidang kepustakawanan, seorang pustakawan
juga perlu memiliki kompetensi lain sebagai pendukung profesi. Menurut Hasan
dalam Darmono: kompetensi yang dimaksud adalah:
- Kompetensi fisik, adalah perangkat kemampuan fisik yang diperlukan untuk menunjang pelaksanaan tugas-tugas sebagai pustakawan dalam berbagai situasi. Pustakawan harus sehat jasmani dan rohani, mampu bekerja sesuai beban dan jam kerja yang ditentukan.
- Kompetensi pribadi, adalah perangkat perilaku yang berkaitan dengan kemampuan individu dalam mewujudkan dirinya sebagai pribadi yang mandiri untuk melakukan transformasi diri, identitas diri dan pemahaman diri. Mencakup kemampuan dalam memahami diri, mengelola diri, terbuka dan bertanggung jawab, mengendalikan diri, menghargai diri sebagai pustakawan , dan mempunyai integritas tinggi terhadap profesinya.
- Kompetensi sosial, adalah perangkat perilaku tertentu yang merupakan dasar dari pemahaman diri sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari lingkungan sosial serta tercapainya interaksi sosial secara efektif. Mencakup kemampuan interaktif dan pemecahan masalah kehidupan sosial.
- Kompetensi spiritual, adalah pemahaman, penghayatan serta pengalaman kaidah-kaidah keagamaan dalam kehidupan sehari-hari untuk membentengi diri dalam pergaulan sosialnya baik di masyarakat maupun di lingkungan kerjanya.
- G. ANALISA / PEMBAHASAN
Perkembangan Teknologi informasi
membawa dampak bagi dunia perpustakaan. Pustakawan sebagai SDM perpustakaan
harus melakukan reposisi peran terhadap perkembangan teknologi informasi, bila
perpustakaan tidak ingin ditinggalkan pemustakanya. Kegiatan pustakawan yang
tadinya dilakukan secara konvensional dengan adanya TI mengalami perubahan.
Pustakawan harus bisa mengadopsi teknologi yang berkembang untuk kemajuan
perpustakaan. Perkembangan TI juga membawa dampak bagi pemustaka terkait dengan
kebutuhan informasi. Pemustaka yang tadinya mencari informasi lansung datang ke
perpustakaan, adanya internet, informasi bisa diakses dari
rumah. Hal tersebut menginspirasi pustakawan untuk mendigitalkan koleksinya untuk
kemudahan akses.
Banyak peran yang bisa dilakukan
pustakawan terkait dengan teknologi informasi. Pustakawan harus membuka wawasan
terhadap peran barunya. Pustakawan tidak cukup melakukan kegiatan
rutinitas kepustakawanan, tetapi pustakawan di era TI sudah harus
mengedepankan intelektualitas. Tidak hanya kompetensi kepustakawanan saja yang
dimiliki, tetapi perlu juga meningkatkan atau mengembangkan kompetensi
intelektual dan kompetensi pendukung lain seperti kompetensi fisik, pribadi,
kompetensi sosial dan juga kompetensi spiritual. Seorang pustakawan harus
memahami tantangan yang dihadapinya, untuk itu pustakawan perlu menyadari akan
pentingya kompetensi yang harus dikembangkan dan dimilikinya.
Terkait dengan perkembangan
Teknologi informasi, pustakawan harus bisa mengikuti perkembangan baru di
masyarakat. Pustakawan sebagai manajer informasi dan agent of change dalam
masyarakat, dituntut untuk bisa membantu pemustaka dalam memenuhi kebutuhan
informasi yang diperlukan serta membantu memecahkan permasalahan yang dihadapi.
Bantuan yang dapat diberikan pustakawan antara lain misalnya membantu
dalam menyiapkan literatur yang dibutuhkan mahasiswa yang sedang melakukan
penelitian, memberikan pelatihan-pelatihan kepada pemustaka terkait dengan
penggunaan TI di perpustakaan dan layanan informasi yang disediakan
perpustakaan, misalnya bagaimana cara mengakses e-journal yang dilanggan
perpustakaan, cara penelusuran informasi di perpustakaan, dsb.
Di samping itu pustakawan harus
meningkatkan profesionalisme pustakawan. Karena peningkatan
profesionalisme pustakawan akan menentukan kualitas pustakawan. Dan kualitas
pustakawan akan menentukan eksistensi perpustakaan. Pustakawan harus bisa
memotivasi dirinya sendiri untuk menjadi profesional yaitu dengan terus belajar
dan mengembangkan dirinya dengan mengikuti pelatihan-pelatihan, seminar,
melanjutkan pendidikan ataupun mengikuti kursus-kursus yang bisa mendukung
tugas profesi dan meningkatkan skill pustakawan, seperti kursus bahasa inggris,
kursus komputer, dsb. Semua itu harus dilakukan dengan penuh kesadaran dan
semangat yang tinggi.
Bagi pustakawan perkembangan
teknologi informasi harus diambil sisi positifnya, pustakawan harus
meningkatkan kemampuan dan ketrampilan terkait perkembangan TI,
pustakawan harus menghadapi perubahan yang terjadi dengan bijak. Pustakawan
harus berfikir luas ke depan, bahwa apa yang dilakukan adalah untuk kepentingan
pemustaka, peningkatan profesionalisme pustakawan dan untuk meningkatkan
citra perpustakaan di masyarakat.
- H. Kesimpulan dan Saran
H.1 Kesimpulan:
Di era teknologi informasi ,
pustakawan harus bisa melihat jauh ke depan, bahwa saat ini peran pustakawan
telah mengalami pergeseran. Pustakawan harus menyadari bahwa tugas yang
diembannya penuh dengan tantangan, kompetensi, dan juga permasalahan yang
kompleks.
Oleh karenanya pustakawan
perlu mengembangkan diri secara terus menerus. Pustakawan tidak boleh lari /
menghindar terhadap perubahan yang ada, tetapi harus bisa menyikapi perubahan
tersebut secara bijak. Pustakawan perlu meningkatkan kompetensi . Kompetensi
yang dimiliki tidak hanya menyangkut kompetensi kepustakawan, tetapi juga perlu
meningkatkan kompetensi intelektual dan juga kompetensi pendukung seperti
kompetensi fisik, kompeensi pribadi, kompetensi sosial dan kompetensi
spiritual.
Dalam menjalankan perannya sebagai
pustakawan di abad TI, pustakawan harus berani bereksperimentasi, membuat
inovasi-inovasi baru, mau bercermin dari pengalaman, dan selalu sharing dan
transfer informasi dan pengetahuan dan bisa memecahkan persoalan secara
sistematis
H.2 Saran
- Di era teknologi informasi pustakawan harus bersifat positif dan inovatif dalam menghadapi setiap perubahan yang terjadi. Pustakawan harus bisa mencari pemecahan masalah terhadap setiap persoalan yang dihadapi, jangan pernah berkata bahwa sesuatu tidak dapat dikerjakan. Pustakawan harus selalu berinovasi. Pustakawan harus mengadopsi teknologi sebagai alat yang memungkinkan untuk mendapatkan gagasan untuk pengembangan perpustakaan seperti layanan informasi baru, kemudahan dalam akses informasi dsb.
- Mengingat perkembangan TI yang begitu pesat, pustakawan perlu mengembangkan kompetensi khusus di bidang TIK sehingga tidak dikenal pustakawan gagap teknologi.
- Pustakawan di era TI harus bisa melihat peluang baru baik di dalam maupun di luar perpustakaan, misalnya dengan menjalin kerja sama dengan perpustakaan lain dalam pemanfaatan bersama sumber-sumber informasi (resource sharing), atau berpartisipasi dalam proyek-proyek penelitian.
- Perpustakaan sebagai lembaga yang menaungi SDM Perpustakaan, sebaiknya selalu melakukan pembinaan terhadap pustakawan secara terus menerus. Pembinaan ini dimaksudkan untuk peningkatan profesionalisme pustakawan. Karena pustakawan yang profesional diharapkan akan bisa menghadapi setiap perubahan yang terjadi di perpustakaan.
DAFTAR
PUSTAKA:
Ariyanto. Solihin. 2011.
Perencanaan Teknologi Informasi. Hand out Kuliah Sistem Informasi
Perpustakaan.PowerPoint. Yogyakarta: UIN SUKA.
Darmono. 2008. Peningkatan Citra dan
Pengembangan Profesionalisme Pustakawan: oleh Pustakawan dan Untuk Pustakawan.
Kumpulan naskah Pemenang Lomba Penulisan Karya Ilmiah bagi Pusakawan tahun
2006-2007. Jakara: Perpusnas RI.
Hak, Ade Abdul. 2008.
E-Literacy dan Peran Pustakawan di Masyarakat. Kumpulan naskah pemenang lomba
penulisan KI bagi pustakwan tahun 2006-2007. Jakarta: Perpusnas
Hernandono. 2008. Merentas kebuntuan
Kepustakawanan Indonesia. Dilihat dari Sisi Sumber Daya Tenaga Perpustakaan.
dalam Kumpulan Naskah Orasi Ilmiah. Jakarta: Perpusnas.
Kadir, Abdul. 2003. Pengenalan
Sistem Informasi. Yogyakarta: Andi.
Pendit, Putu Laxman. Ragam Teori
Informasi. ( file .pdf.) Jakarta: PDII LIPI, 2006.
Qalyubi, Syihabuddin. 2003.
Dasar-dasar Ilmu Perpustakaan dan Informasi. Yogyakarta: Jurusan IPI.
Fak. Adab UIN SUKA.
Siregar, A. Ridwan. 2004.
Perpustakaan energi Pembangunan Bangsa. Medan: Usupress
Zuntriana, Ari. Peran Pustakawan di
Era Library 2.0. dalam Visi Pustaka, vol.12, No.2, Agustus 2010. Jakarta:
Perpusnas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar