Jumat, 01 Maret 2013

PERAN PUSTAKAWAN DI ERA TEKNOLOGI INFORMASI



PERAN PUSTAKAWAN DI ERA TEKNOLOGI INFORMASI
Posted on Maret 02, 2013 by Radiansyah

  1. A.     PENDAHULUAN
Undang-undang no. 43 tahun 2007 pasal 1 ayat 1 mendefinisikan perpustakaan sebagai institusi pengelola koleksi karya tulis, karya cetak, dan atau karya rekam secara profesional dengan sistem yang baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan, pelestarian, informasi dan rekreasi para pemustaka.  Dari definisi tersebut kiranya ada suatu yang patut digaris bawahi bahwa di era informasi  sekarang ini pengelolaan perpustakaan juga mengalami pergeseran seiring dengan kemajuan teknologi informasi. Pustakawan harus bisa mengemas informasi, menjadikan informasi menjadi suatu yang mudah diakses. Pustakawan harus bisa menjembatani antara pemustaka yang mengalami banjir informasi, dan yang sulit mengakses informasi sehinggajangan sampai menimbulkan kesenjangan informasi (information gap) yang akan berdampak pada kesenjangan intelektual.
Disamping permasalahan di atas keberadaan teknologi informasi dan komunikasi di satu sisi menimbulkan kekhawatiran yang dalam bagi eksisnya sebuah perpustakaan.  Adanya internet telah mengubah paradigma pencarian informasi. Dimana informasi bisa didapat dengan mudah tanpa perlu mengunjungi perpustakaan. Cukup dengan menyediakan komputer dan modem, pemustaka sudah bisa akses dari depan komputer dari rumah masing-masing.  Permasalahan tersebut tentunya  juga menjadi tantangan bagi pustakawan bagaimana agar perpustakaan tidak ditinggalkan pemakainya.
Berhadapan dengan perkembangan teknologi dan fenomena perubahan yang terjadi, pustakawan harus bisa mengungkap  apa yang berubah dan apa yang seharusnya dilakukan. Tugas perpustakaan adalah mengumpulkan, mengolah atau  mengorganisasikan informasi dan menyediakan akses terhadap sumber daya informasi yang relevan. Sedangkan perubahan yang harus disikapi adalah perkembangan teknologi informasi yang ada yang tadinya aktivitas perpustakaan  dilakukan secara manual akan bergeser dengan bantuan komputer.Permasalahan tersebut membawa dampak pada perluasan peran perpustakan, namun di satu sisi banyak  tugas perpustakaan yang tergantikan mesin.
Hal tersebut tentunya menimbulkan permasalahan baru di dunia perpustakaan, baik dari sisi SDM maupun pengelolaannya. Adanya teknologi informasi  akan membawa dampak bagi SDM yang masih konvensional, dimana aktivitas baru akan menghilangkan cara yang sudah lama digunakan. Bagi SDM yang tidak biasa tentunya akan menentang dan bersikap acuh tak acuh bahkan emosional.  Sehingga perlu sikap yang bijak untuk mengatasinya. Dalam menyikapi perubahan, ada 4 kelompok SDM yang dapat dibedakan:[1]
  1. Proponen pasif, yakni mereka yang menyadari bahwa harus ada perubahan, tetapi tidak pasti bahwa cara perubahan yang drastis dapat memecahkan masalah.
  2. Proponen aktif, yaitu mereka yang terlibat secara aktif dan mendukung perubahan.
  3. Netralis, yaitu mereka yang tidak berpengaruh dan tidak tertarik terhadap perubahan
  4. Penghambat, yaitu mereka yang terlilit  oleh tradisi atau yang merasa terancam oleh perubahan.
Dari permasalahan – permasalahan tersebut, dalam makalah ini akan di bahas bagaimana peran pustakawan di era Teknologi Informasi.
  1. B.      Topik makalah: “Reposisi Peran Pustakawan dalam Implementasi Teknologi Informasi di Perpustakaan”.
  2. C.       Batasan Masalah
Dalam makalah ini hanya akan di bahas permasalahan yang berkaitan dengan peran pustakawan berkaitan dengan implementasi teknologi informasi di perpustakaan  yang berkembang saat ini.
  1. D.      Rumusan Masalah
Bertitik tolak dari permasalahan dan latar belakang di atas, maka perumusan masalah adalah sebagai berikut: Bagaimana peran pustakawan di era teknologi informasi? Kompetensi yang bagaimana yang harus dimiliki pustakawan? Kegiatan Apa yang bisa dilakukan pustakawan terkait dengan teknologi informasi, apa manfaat TI bagi pustakawan dan kendala-kendala apa yang dihadapi pustakawan di era teknologi informasi ini dan bagaimana solusinya.

  1. E.      Tujuan dan Manfaat Penulisan
E.1. Tujuan utama dalam penulisan ini adalah:
  1. 1.      Mengetahui peran pustakawan  dan kompetensi yang harus dimiliki pustakawan di era teknologi informasi.
  2. 2.      Mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perpustakaan menggunakan Teknologi informasi.
  3. 3.      Mengetahui kegiatan perpustakaan apa saja yang bisa dilakukan dengan menggunakan teknologi informasi.
  4. 4.      Mengetahui manfaat atau keuntungan menggunakan teknologi Informasi.
  5. 5.      Mengetahui kendala-kendala yang dihadapi pustakawan terkait dengan teknologi informasi dan solusi untuk mengatasinya.
E.2. Manfaaat Tulisan
  1. Bagi penulis, makalah  ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan terutama dalam memberikan gambaran tentang peran pustakawan di era teknologi informasi.
  2. Bagi pustakawan, makalah ini mudah-mudahan dapat berguna untuk menginspirasi pustakawan dalam melihat perubahan yang terjadi dan bisa memotivasi pustakawan dalam meningkatkan perannya di era teknologi informasi.
  3. Bagi masyarakat umum,  makalah ini harapannya dapat memberi sumbangan pemikiran terhadap pengembangan perpustakaan terkait dengan penggunaan teknologi informasi di perpustakaan.
  1. F.       Landasan Teori
F.1. Pengertian Teknologi Informasi
Ada beberapa pengertian tentang teknologi informasi yang didefinisikan oleh para pakar. Abdul Kadir dalam buku Pengenalan Sistem Informasi mengemukakan definisi teknologi informasi yang diberikan beberapa pakar antara lain:[2] definisi menurut kamus Oxford (1995), teknologi informasi adalah studi atau penggunaan peralatan elektronika, terutama komputer, untuk menyimpan, menganalisa, dan mendistribusikan informasi apa saja, termasuk kata kata, bilangan, dan gambar. Menurut Alter (1992), teknologi informasi mencakup perangkat keras dan perangkat lunak untuk melaksanakan satu atau sejumlah tugas pemrosesan data seperti menangkap, menstransmisikan, menyimpan, mengambil, memanipulasi, atau menampilkan data. Martin (1999) mendefinisikan teknologi informasi tidak hanya terbatas pada teknologi komputer (perangkat keras dan perangkat lunak) yang digunakan untuk memproses dan menyimpan informasi, melainkan juga mencakup teknologi komunikasi untuk mengirimkan informasi.
Dari apa yang dikemukakan para pakar tersebut dapatlah disimpulkan bahwa teknologi informasi adalah segala bentuk teknologi yang bisa digunakan untuk mengolah, menyimpan, mengirimkan, menemukan informasi dalam bentuk elektronis.
F.1.2.  Peran Teknologi Informasi di perpustakaan
Banyak kegiatan yang bisa didekati  dengan menggunakan  Teknologi Informasi.  Berbagai manfaatdan kemudahan dapat dirasakan oleh manusia. Adanya handphone memudahkan kita dalam menerima dan mengirim pesan. ATM memudahkan dalam pengambilan uang. Demikian juga dengan kegiatan yang ada di perpustakaan.  Dengan mengadopsi teknologi informasi di perpustakaan, banyak kegiatan yang bisa dikembangkan, misalnya katalog online, koleksi digital ataupun akses perpustakaan digital yang bisa diakses secara online melalui internet. Banyak kegiatan yang bisa dilakukan dengan tenologi informasi. Line dalam Qulyubi[3]mengemukakan dua alasan yang berkaitan dengan pengembangan sistem komputer di perpustakaan:
  • penyediaan jasa dengan biaya murah dan perolehan keuntungan dengan pengeluaran yang minimal, dimana pengembangan sistem memungkinkan penyediaan akses pada online katalog di perpustakaan dan penelusuran yang luas pada literatur yang sudah tersimpan dalam CD-ROM serta kemampuan dalam pembuatan informasi manajeman.
  •  untuk menyediakan sistem standar yang bisa dipakai bersama di antara perpustakaan yang bekerja sama, tugas-tugas perpustakaan dapat diselesaikan lebih akurat, cepat dan terkontrol.
Sedangkan menurut Abdul Kadir[4] (2003:18) secara garis besar peranan TI adalah:
  • TI menggantikan peran manusia, dimana TI melakukan otomasi terhadap suatu tugas atau proses.
  • Teknologi memperkuat peran manusia, yakni dengan menyajikan informasi terhadap suatu tugas atau proses.
  • TI berperan dalam restrukturisasi terhadap peran manusia. Teknologi berperan dalam melakukan perubahan-perubahan terhadap sekumpulan tugas atau proses.
F.1.4. Perkembangan pemanfaatan komputer di perpustakaan
[5]Marquardt dalam Siregar, membagi perkembangan fungsi otomasi perpustakaan ke dalam dua fase:
Fase pertama, fungsi yang diotomasi antara lain adalah sistem sirkulasi, pengatalogan, dan pengadaan. Penggunaan komputer untuk pengawasan sirkulasi (circulation control) telah menggantikan kegiatan manual  seperti:  kegiatan memfile kartu-kartu buku (check-out cards), perhitungan denda dan pembuatan surat tagihan untuk buku yang terlambat dikembalikan.
Pada tahun 1970-an kegiatan pembuatan kartu katalog dengan menggunakan komputer. Dari kegiatan ini dapat diperoleh satu set atau lebih kartu  katalog yang diperlukan. Kemudian pada tahun 1980an  muncul katalog talian (katalog online) menggantikan kartu katalog yang ada.
Fase kedua, munculnya OPAC (online public acces catalog) menawarkan lebih banyak titik akses, seperti melalui pengarang, judul, subyek. Opac juga bisa diakses melalui nomor panggil dan penerbit, ditambah bolean logic, dan batasan penelusuran oleh bahasa atau format dokumen. Disamping OPAC, dengan meningkatnya permintaan artikel-artikel jurnal yang tidak dimiliki perpustakaan, maka menghasilkan berbagai pangkalan data bibliografis dalam CD-ROM. Ada empat alternatif untuk mengakses CD-ROM yaitu: local mainframes, stand-alone Cd-ROM, local area network atau internet. Disamping itu katalog perpustakaan lain juga dapat diakses dalam internet melalui Gophers atau www (worl wide web).
F.1.5 Kendala dan Tantangan Perpustakaan
Kondisi perpustakaan saat ini boleh dikatakan sudah semakin membaik. Pustakawan sudah banyak yang menguasai ilmu perpustakaan. Namun dengan perkembangan teknologi informasi saat ini, perpustakaan masih dihadapkan dengan berbagai tantangan, diantaranya, manajemen perpustakaan yang masih konvensional yang sudah saatnya dilakukan perubahan, adanya masyarakat yang masih kesulitan dalam akses informasi, penyediaan sumber informasi lain seperti bahan audio visual dan multimedia, pengelolaan local content, permasalahan e-literacy dan e-technology pustakawan maupun pemustaka,  juga tidak kalah penting adalah permasalahan SDM perpustakaan , dimana sampai saat ini pustakawan masih terjebak dengan rutinitas kegiatan perpustakaan, juga adanya pustakawan konvensional yang gagap TI dan tidak mau menerima perubahan adanya penggunaan teknologi informasi di perpustakaan.Semua itu menjadi permasalahan yang kompleks di perpustakaan. Sehingga permasalahan SDM Perpustakaan juga harus dilihat pada aspek kemampuan, pengetahuan dan ketrampilan, serta sikap mental.Hernandono mengemukakan tentang karakteristik secara umum sumber daya perpustakaan  terutama pustakawan Indonesia, sebagai berikut:[6]
  1. Sebagian pustakawan Indonesia pada umumnya mengidap gejala” sindrom autis”, yaitu seorang yang sibuk dengan dunianya sendiri, dan tidak suka bila orang lain mengganggu. Hal tersebut dikarenakan pustakawan Indonesia kurang percaya diri dan cenderung tertutup , sulit dan lambat merespon pandangan atau gagasan orang lain yang dirasakan akan mengganggu wilayahnya.sehingga mengakibatkan pustakan sulit menerima perubahan
  2. Sebagian pustakawan Indonesia masih lemah di dalam penguasaan bahasa asing dan teknologi informasi (TI). Padahal salah satu syarat yang harus dimiliki pustakawan saat ini adalah kemampuan komunikasi yang ditandai kemampuan berbahasa asing dan tidak gagap teknologi.
  3. Sebagian pustakawan tidak banyak menulis, apalagi dalam penulisan karya bersama. Ungkapan “to publish or perish” kiranya belum menyentuh  pustakawan untuk menyadari pentingnya menulis.
  4. Sebagian pustakawan Indonesia sejauh ini bekerja sebagai burung dengan sebelah sayap. Pengertian kerja mandiri yang yang dibanggakan pustakawan banyak ditafsirkan secara sempit. Mereka sibuk bekerja sendiri-sendiri yang menimbulkan egoisme sektoral yang menyebabkan egoisme individu dan akhirnya membentuk pola pikir terkotak-kotak antar unit kerja dan bahkan antar institusi.
Permasalahan-permasalahan tersebut merupakan tantangan bagi pustakawan. Pustakawan harus bisa menyikapi setiap tantangan dengan arif dan bijak. Pusakawan harus bekerja keras dan bersikap profesional dalam menghadapi setiap tantangan yang ada, yaitu dengan meningkatkan dan mengembangkan kompetensi pribadi yang dimilikinya dan kompetensi kepustakawanannya.


F.1.6 Dampak Penggunaan TI
Satu sisi pemanfaatan TI di perpustakaan akan membawa kemudahan, disisi lain menimbulkan kemalasan dan ketergantungan.  Dampak TI terhadap staf perpustakaan menurut Ariyanto[7] adalah:
  1. Bebankerjameningkat
  2. Staff tidakberkurang
  3. Komputermemerlukanperawatan
  4. Perlumeningkatkan skill
  5. Menanggalkanbeberapakeahlian di masalampau
  6. Kerjamenjaditergantungteknologi
Sedangkan menurut Marcus dalam Pendit, ada 3 sumber penolakan  (resistensi) manusia terhadap sistem informasi.[8]
  • di dalam diri orang atau kelompok dalam sebuah organisasi,
  •  sifat dan karakter teknologi yang terkandung sistem informasi
  •  interaksi antara karakteristik orang dalam suatu organisasi dankarakteristik sistem itu sendiri
Dari beberapa dampak TI tersebut kiranya perlu disikapi  dari sisi positifnya bahwa penggunaan teknologi Informasi di perpustakaan adalah untuk kemudahaan dan efisiensi pekerjaan, baik untuk pustakawan  maupun  pemakai perpustakaan.
F.2. Peran Pustakawan di era Teknologi Informasi
Abad sekarang dikenal orang dengan Abad 21 atau millenium ke tiga, abad informasi, era keterbukaan, era globalisasi ataupun era teknologi informasi. Menurut Zuntriana, [9]Perkembangan TIK, terutama teknologi internet generasi ke 2 (web.2.0) memaksa pustakawan untuk mulai beralih paradigma dan melakukan reposisi terhadap perannya selama ini. Berbagai perubahan yang dibawa oleh library 2.0 mensyaratkan adanya transformasi dalam diri pustakawan, berupa peningkatan kapasitas, kompetensi, kecerdasan, dan perbaikan sikap.Librarian 2.0 harus memiliki kemauan untuk berbagi, bersahabat, bergaul, mahir menulis, dan aktif dalam berbagai jejaring sosial. Disamping pustakawan 2.0 adalah pustakawan yang dapat bergerak aktif membangun kemampuan literasi pengguna, baik di dunia nyata maupun maya, bersikap pro aktif, dan mampu melakukan transfer pengetahuan. Selanjutnya untuk menjadi Librarian 2.0, ada persyaratan-persyaratan (Abram dalam Zuntriana), antara lain:
  • Memahami benar-benar berbagai manfaat yang ditawarkan oleh web 2.0,
  • Mau mempelajari alat dan perangkat utama web 2.0 dan Library 2.0,
  • Mampu memadukan formt koleksi digital dan tercetak,
  • Mampu mengakses informasi dalam berbagai format,
  • Mampu menggunakan informasi non tekstual, seperti gambar, suara, citra bergerak,
  • Menggunakan dan mengembangkan jejaring sosial untuk memperoleh manfaat maksimal,
  • Mampu berkomunikasi dengan orang lain melalui beragam teknologi, seperti telepon, skype, IM, SMS, texting, email, referensi virtual, dlsb.
Terkait dengan peran pustakawan dalam pembangunan teknologi informasi dan komunikasi, Menteri Komunikasi dan Informatika RI dalam Hak mengemukakan:[10]
  1. Pustakawan sebagai “agent of change” dalam masyarakat, selain memiliki kewajiban profesional, juga menerima panggilan moral untuk melakukan percepatan proses pembelajaran masyarakat.
  2. Pustakawan sebagai profesi yang mengabdi kepada kedua kepentingan, yakni warga masyarakat, umat manusia secara umum dan lembaga tempat bekerja, dimana mereka berkewajiban memelihara keseimbangan dan keserasian tugas bagi kemaslahatan umat.
  3. Pustakawan sebagai anggota masyarakat yang memiliki posisi sosial tersendiri yang bersifat khas dan unik, maka mereka diharapkan juga memerankan diri sebagai tokoh informasi dalam pembangunan masyarakat yang lebih dipahami sebagai upaya pemberdayaan masyarakat.
Dari  peran pustakawan di atas dapat disimpulkan bahwa   seorang pustakawan  di era teknologi informasi harus bisa menjadi agen perubahan bagi diri dan masyarakat, serta bisa menempatkan dirinya sebagai manajer informasi bagi masyarakat. Dalam menyikapi  perubahan yang terjadi , ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yakni:[11]
  • Berani menerapkan konsep pemecahan masalah secara sistematis.
  • Berani bereksperimentasi
  • Belajar dari pengalaman diri sendiri
  • Transfer informasi dan pengetahuan
  • Keterlibatan seluruh karyawan.
Bila 5 hal tersebut dikaitkan dengan organisasi perpustakaan, maka yang perlu diperhatikan  adalah yang pertama perpustakaan harus mempunyai konsep yang sistematis dalam menghadapi setiap permasalahan. Jangan biarkan permasalahan menumpuk tanpa suatu solusi. Pimpinan perpustakaanharus berani mengajak staf perpustakaan untuk memecahkan permasalahan. Perpustakaan harus berani berinovasi, mencoba konsep-konsep baru yang inovatif, jangan takut gagal. Karena kesalahan yang produktif lebih baik daripada keberhasilan yang tidak produktif. Pengalaman tersebut dijadikan  perpustakaan untuk belajar dari pengalaman diri sendiri. Dari pengalaman yang di dapat dilakukan evaluasi-evaluasi. Kemudian hasilnya disharekan kepada staf perpustakaan sebagai bentuk transfer informasi dan pengetahuan. Sehingga setiap perubahan yang terjadi merupakan suatu usaha bersama dari pimpinan dan staf perpustakaan. Bila 5 hal tersebut dapat dijalankan diperpustakaan, tentunya tidak akan menimbulkan reaksi yang tidak diinginkan, seperti: [12] keengganan berubah, kurangnya pemahaman mengenai alasan mengapa harus melakukan perubahan, adanya bias organisasi menyangkut kegiatan-kegiatan atau orang-orang tertentu, dan ketakutan terhadap sesuatu yang tidak diketahui.
Sedangkan untuk melakukan perubahan dalam organisasi dibutuhkan suatu metode yang spesifik[13], seperti:
  1. Mengubah mindset melalui pelatihan-pelatihan achievement motivation, team building, ketrampilan-ketrampilan human relations, dan lain-lain.
  2. Menggunakan sekelompok kader yang menjadi agen perubahan.
  3. Mendayagunakan teknologi untuk mencapai keunggulan kompetitif.
Ke tiga metode tersebut bila dikaitkan dengan organisasi perpustakaan, maka perpustakaan harus siap menghadapi setiap perubahan untuk kemajuan perpustakaan, karena perubahan yang dilakukan semata-mata untuk memenuhi kebutuhan informasi pemustaka yang juga selalu berkembang seiring dengan perkembangan zaman.
F.2. 1. Kompetensi Pustakawan di era TI
            Pustakawan dikatakan profesional apabila dia memiliki kompetensi di bidang perpustakaan. Menurut Darmono[14] kompetensi merupakan seperangkat penguasaan kemampuan yang harus ada dalam diri pustakawan agar dapat mewujudkan kinerja profesionalnya secara tepat dan efektif. Kompetensi tersebut berada dalam pribadi diri pustakawan yang bersumber dari kualitas kepribadian , serta pendidikan dan pengalamannya. Kompetensi tersebut meliputi kompetensi intelektual, kompetensi kepustakawanan yang meliputi kompetensi bidang ilmu perpustakaan, kompetensi ICT, kompetensi manajemen, kompetensi berkomunikasi, kompetensi fisik, kompetensi pribadi, kompetensi sosial dan kompetensi spiritual.
Kompetensi Intelektual adalah berbagai perangkat pengetahuan yang ada dalam diri individu pustakawan yang diperlukan untuk menunjang berbagai aspek kinerja sebagai pustakawan. Kompetensi intelektual dasar formalnya adalah tingkat pendidikan yang dimiliki pustakawan. Kompetensi bidang kepustakawanan adalah bahwa seorang pustakawan harus menguasai bidang kepustakawan secara mendalam. Secara umum kompetensi pustakawan yang harus dimiliki adalah:
  1. Penguasaan ilmu perpustakaan dan informasi sebagai kemampuan dasar yang mewarnai ciri profesionalisme dalam bidang yang amat khusus.
  2. Penguasaan bidang ICT sebagai kemampuan untuk memudahkan dan mengoptimalkan kerja organisasi dalam mencapai tujuan dan sarana untuk mengembangkan diri
  3. Penguasaan manajemen sebagai kemampuan unuk mengorganisasikan dan menjalankan institusi perpustakaan
  4. Penguasaan berkomunikasi termasuk penguasaan bahasa asing sebagai alat komunikasi serta kemampuan dalam menyampaikan ide dan gagasan baik secara lisan maupun tertulis.
Disamping kompetensi inti yaitu kompetensi intelektual dan kompetensi bidang kepustakawanan, seorang pustakawan juga perlu memiliki kompetensi lain sebagai pendukung profesi. Menurut Hasan dalam Darmono: kompetensi yang dimaksud adalah:
  1. Kompetensi fisik, adalah perangkat kemampuan fisik yang diperlukan untuk menunjang pelaksanaan tugas-tugas sebagai pustakawan dalam berbagai situasi. Pustakawan harus sehat jasmani dan rohani, mampu bekerja sesuai beban dan jam kerja yang ditentukan.
  2. Kompetensi pribadi, adalah perangkat perilaku yang berkaitan  dengan kemampuan individu dalam mewujudkan dirinya sebagai pribadi yang mandiri untuk melakukan transformasi diri, identitas diri dan pemahaman diri. Mencakup kemampuan dalam memahami diri, mengelola diri, terbuka dan bertanggung jawab, mengendalikan diri,  menghargai diri sebagai pustakawan , dan mempunyai integritas tinggi terhadap profesinya.
  3. Kompetensi sosial, adalah perangkat perilaku tertentu yang merupakan dasar dari pemahaman diri sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari lingkungan sosial serta tercapainya interaksi sosial secara efektif. Mencakup kemampuan interaktif dan pemecahan masalah kehidupan sosial.
  4. Kompetensi spiritual, adalah pemahaman, penghayatan serta pengalaman kaidah-kaidah keagamaan dalam kehidupan sehari-hari untuk membentengi diri dalam pergaulan sosialnya baik di masyarakat maupun di lingkungan kerjanya.

  1. G.     ANALISA / PEMBAHASAN
Perkembangan Teknologi informasi membawa dampak bagi dunia perpustakaan. Pustakawan sebagai SDM perpustakaan harus melakukan reposisi peran terhadap perkembangan teknologi informasi, bila perpustakaan tidak ingin ditinggalkan pemustakanya. Kegiatan pustakawan yang tadinya dilakukan secara konvensional dengan adanya TI mengalami perubahan. Pustakawan harus bisa mengadopsi teknologi yang berkembang untuk kemajuan perpustakaan. Perkembangan TI juga membawa dampak bagi pemustaka terkait dengan kebutuhan informasi. Pemustaka yang tadinya mencari informasi lansung datang ke perpustakaan,  adanya internet,   informasi bisa diakses dari rumah. Hal tersebut menginspirasi pustakawan untuk mendigitalkan koleksinya untuk kemudahan akses.
Banyak peran yang bisa dilakukan pustakawan terkait dengan teknologi informasi. Pustakawan harus membuka wawasan terhadap peran barunya. Pustakawan tidak cukup  melakukan kegiatan  rutinitas kepustakawanan, tetapi pustakawan di era TI  sudah harus mengedepankan intelektualitas. Tidak hanya kompetensi kepustakawanan saja yang dimiliki, tetapi perlu juga meningkatkan atau mengembangkan  kompetensi intelektual dan kompetensi pendukung lain seperti kompetensi fisik, pribadi, kompetensi sosial dan juga kompetensi spiritual. Seorang pustakawan harus memahami tantangan yang dihadapinya, untuk itu pustakawan perlu menyadari akan pentingya kompetensi yang harus dikembangkan dan dimilikinya.
Terkait dengan perkembangan Teknologi informasi,  pustakawan harus bisa mengikuti perkembangan baru di masyarakat. Pustakawan  sebagai manajer informasi dan agent of change dalam masyarakat, dituntut untuk bisa membantu pemustaka dalam memenuhi kebutuhan informasi yang diperlukan serta membantu memecahkan permasalahan yang dihadapi. Bantuan yang  dapat diberikan pustakawan antara lain misalnya membantu dalam menyiapkan literatur yang dibutuhkan mahasiswa yang sedang melakukan penelitian, memberikan pelatihan-pelatihan kepada pemustaka terkait dengan penggunaan TI di perpustakaan dan layanan informasi yang disediakan perpustakaan, misalnya  bagaimana cara mengakses e-journal yang dilanggan perpustakaan, cara penelusuran informasi di perpustakaan, dsb.
Di samping itu pustakawan harus meningkatkan profesionalisme pustakawan.  Karena peningkatan profesionalisme pustakawan akan menentukan kualitas pustakawan. Dan kualitas pustakawan akan menentukan eksistensi perpustakaan. Pustakawan harus bisa memotivasi dirinya sendiri untuk menjadi profesional yaitu dengan terus belajar dan mengembangkan dirinya dengan mengikuti pelatihan-pelatihan, seminar, melanjutkan pendidikan ataupun mengikuti kursus-kursus yang bisa mendukung tugas profesi dan meningkatkan skill pustakawan, seperti kursus bahasa inggris, kursus komputer, dsb. Semua itu harus dilakukan dengan penuh kesadaran dan semangat yang tinggi.
Bagi pustakawan perkembangan teknologi informasi  harus diambil sisi positifnya, pustakawan harus meningkatkan kemampuan dan ketrampilan  terkait perkembangan TI, pustakawan harus menghadapi perubahan yang terjadi dengan bijak. Pustakawan harus berfikir luas ke depan, bahwa apa yang dilakukan adalah untuk kepentingan pemustaka,  peningkatan profesionalisme pustakawan dan untuk meningkatkan citra perpustakaan di masyarakat.

  1. H.     Kesimpulan dan Saran
H.1 Kesimpulan:
Di era teknologi informasi , pustakawan harus bisa melihat jauh ke depan, bahwa saat ini peran pustakawan telah mengalami pergeseran. Pustakawan harus menyadari bahwa tugas yang diembannya penuh dengan tantangan, kompetensi, dan juga permasalahan yang kompleks.
 Oleh karenanya pustakawan perlu mengembangkan diri secara terus menerus. Pustakawan tidak boleh lari / menghindar terhadap perubahan yang ada, tetapi harus bisa menyikapi perubahan tersebut secara bijak. Pustakawan perlu meningkatkan kompetensi . Kompetensi yang dimiliki tidak hanya menyangkut kompetensi kepustakawan, tetapi juga perlu meningkatkan kompetensi intelektual dan juga kompetensi pendukung seperti kompetensi fisik, kompeensi pribadi, kompetensi sosial dan kompetensi spiritual.
Dalam menjalankan perannya sebagai pustakawan di abad TI, pustakawan harus berani bereksperimentasi, membuat inovasi-inovasi baru, mau bercermin dari pengalaman, dan selalu sharing dan transfer informasi dan pengetahuan dan bisa memecahkan persoalan secara sistematis
H.2 Saran
  1.  Di era teknologi informasi pustakawan harus bersifat positif  dan inovatif dalam menghadapi setiap perubahan yang terjadi. Pustakawan  harus bisa mencari pemecahan masalah terhadap setiap persoalan yang dihadapi, jangan pernah berkata bahwa sesuatu tidak dapat dikerjakan. Pustakawan harus selalu berinovasi. Pustakawan harus mengadopsi teknologi sebagai alat yang memungkinkan untuk mendapatkan gagasan untuk pengembangan perpustakaan seperti layanan informasi baru, kemudahan dalam akses informasi dsb.
  2.  Mengingat perkembangan TI yang begitu pesat, pustakawan perlu mengembangkan kompetensi  khusus di bidang TIK sehingga tidak dikenal pustakawan gagap teknologi.
  3. Pustakawan di era TI harus bisa melihat peluang baru baik di dalam maupun di luar perpustakaan, misalnya dengan menjalin kerja sama dengan perpustakaan lain dalam pemanfaatan bersama sumber-sumber informasi (resource sharing), atau berpartisipasi dalam proyek-proyek penelitian.
  4. Perpustakaan sebagai lembaga yang menaungi SDM Perpustakaan, sebaiknya selalu melakukan pembinaan terhadap pustakawan secara terus menerus. Pembinaan ini dimaksudkan untuk peningkatan profesionalisme pustakawan. Karena pustakawan yang profesional diharapkan akan bisa menghadapi setiap perubahan yang terjadi di perpustakaan.




DAFTAR PUSTAKA:
Ariyanto. Solihin.  2011. Perencanaan Teknologi Informasi.  Hand out Kuliah Sistem Informasi Perpustakaan.PowerPoint. Yogyakarta: UIN SUKA.
Darmono. 2008. Peningkatan Citra dan Pengembangan Profesionalisme Pustakawan: oleh Pustakawan dan Untuk Pustakawan. Kumpulan naskah Pemenang Lomba Penulisan Karya Ilmiah bagi Pusakawan tahun 2006-2007. Jakara: Perpusnas RI.
Hak, Ade Abdul. 2008.  E-Literacy dan Peran Pustakawan di Masyarakat. Kumpulan naskah pemenang lomba penulisan KI bagi pustakwan tahun 2006-2007. Jakarta: Perpusnas
Hernandono. 2008. Merentas kebuntuan Kepustakawanan Indonesia. Dilihat dari Sisi Sumber Daya Tenaga Perpustakaan. dalam Kumpulan Naskah Orasi Ilmiah. Jakarta: Perpusnas.
Kadir, Abdul. 2003. Pengenalan Sistem Informasi. Yogyakarta: Andi.
Pendit, Putu Laxman. Ragam Teori Informasi. ( file .pdf.) Jakarta: PDII LIPI, 2006.
Qalyubi, Syihabuddin. 2003.  Dasar-dasar Ilmu Perpustakaan dan Informasi. Yogyakarta: Jurusan IPI. Fak. Adab UIN SUKA.
Siregar, A. Ridwan. 2004. Perpustakaan energi Pembangunan Bangsa. Medan: Usupress
Zuntriana, Ari. Peran Pustakawan di Era Library 2.0. dalam Visi Pustaka, vol.12, No.2, Agustus 2010. Jakarta: Perpusnas.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar